Hari Raya Kemerdekaan RI
17 Agustus 2014
Ruang pengakuan dosa secara resmi ditetapkan satu ruang yang layak dan tetap pada suatu bagian dalam ruangan gereja. Ruang pengakuan disa merupakan ruang perayaan liturgi Sakramen Tobat. Di ruangan ini akan terjadi pengakuan dosa secara liturgi dan terungkap misteri pengampunan dosa dari Allah yang penuh belas kasih secara sakramental ( kan. 964 :1).
Dari kajian teologis dan ritual, jelas Sakramen Tobat adalah suatu kegiatan liturgis, maka sangat penting dan perlu kita memperhatikan ketetapan tata ruang liturgis dan mengatur sedemikian rupa sehingga dampak liturgisnya lebih nyata artinya sungguh-sungguh mendulung si peniten dapat dengan bebas mengakukan dosa-dosanya, menerima nasehat-nasehat rohani dan pengampunan dari Allah ( SC.7).
Pada umumnya, tata ruang pengakuan dosa ternagi dua oleh tirai pemisah ( dari tembok atau papan) dengan 'jendela' sebagai media komunikasi anatara bapa pengakuan dan peniten. Maka ukuran ruang pengakuan dosa, mestinya tidak terlalu sempit agar mendukung terciptanya suasana liturgis. Ada tempat yang cukup untuk berlutut ( bangku atau bantal) di sisi peniten karena berlutut merupakan tata gerak liturgis yang serasi dengan peniten yang merendahkan diri di hadapan Allah ; ada tempat yang cukup untuk kursi bapa pengakuan.
Tata warna ruang pengakuan dosa, baik juga dapat dipertimbangkan sebagai unsur untuk menciptakan nuansa tobat. Selama ini warna liturgi ( masa adven dan paskah) yang dianggap sebagai warna tobat adalah ungu.
Penerangan ruang pengakuan dosa ini hendaknya cukup memadai, tidak remang-remang atau dalam arti juga tidak terang-benderang. Yang penting peniten merasa 'nyaman'.
Ruang pengakuan dosa secara ' darurat' adalah ruangan yang dianggap cukup layak dan untuk sementara ditetapkan sebagai ruang pengakuan dosa, di luar ruang pengakuan dosa 'resmi' ya g ada di gereja. Misalnya, imam melayani pengakuan dosa di ruang lain pada masa Adven dan Parapaskah. Kita Hukum Kanonik ( KHK 964 : 3) menyatakan : ' jangan menrima pengakuan di luar tempat pengakuan, kecuali atas alasan yang wajar'.
Dalam situasi 'darurat' yang harus kita lakuakn : pertama, memilih ruangan mana yang paling mendukung pelaksanaan Sakramen Tobat secara liturgis ; kedua, memindahkan perabot- perabot yang kurang mendukung, sehingga di ruangan itu tinggal satu kursi untuk imam, dan satu meja, melengkapi hal-hal yang menunjang terciptanya suasana liturgis ; misal : meja diberi taplak putih ( atau ungu); pada meja diletakkan salib duduk yang cukup besar, lilin bernyala dan Kitab Suci serta bantal untuk peniten berlutut.
Sumber : Buku Katekese Liturgi Keuskupan Surabaya 2014
Sumber : Buku Katekese Liturgi Keuskupan Surabaya 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar